Jakarta, 10 Maret 2021 - Seiring dengan tingginya kesadaran akan kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, tren industri hijau sekarang ini terus digaungkan oleh berbagai pihak, baik Pemerintah dan para pelaku industri. Pemerintah memberikan dukungan melalui penciptaan regulasi yang mendukung terwujudnya keberlanjutan pada sektor industri, salah satunya adalah pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Energi surya, sebagai salah satu Energi Baru Terbarukan (EBT) telah mendapatkan perhatian khusus oleh Pemerintah melalui ragam regulasi yang telah ditetapkan. Pada kesempatan Webinar “Pemulihan Ekonomi Melalui Penerapan Industri Hijau” yang diselenggarakan oleh SUN Energy, Ibu Andriah Feby Misna, S.T, M.T selaku Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia menjelaskan, “Memahami perkembangan akan pemanfaatan energi surya yang sangat pesat, kami terus berupaya dalam memberi dukungan melalui penyesuaian kebijakan yang baru saja diresmikan, yaitu Peraturan Menteri ESDM No.26 tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU),” jelas tim Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan KESDM RI. Kehadiran energi surya tentu mendukung pengembangan industri hijau, karena selain dilandaskan konsep keberlanjutan, energi surya diketahui mampu memberikan dampak efisiensi bisnis terutama dalam masa pemulihan ekonomi di masa pandemi COVID-19. Berdasarkan informasi yang dijelaskan oleh Ir. Helmilus Moesa, MBA selaku Dewan Pakar Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), “Sebagai Industri yang merupakan tulang punggung dari industri lainnya, Industri Petrokimia membutuhkan efisiensi dengan berkomitmen untuk menerapkan konsep Industri Hijau, seperti penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang kompetitif dan dapat diandalkan,” ujar Helmilus Moesa sebagai Dewan Pakar INAPLAS. Salah satu perusahaan yang telah menerapkan konsep Industri Hijau adalah PT Impack Pratama Industri, dengan pemasangan PLTS Atap berkapasitas 4,473 KWp atau setara dengan pengurangan emisi karbon sekitar 4.783 metric ton pertahun. “Memiliki target untuk terus mereduksi emisi karbon, PT Impack Pratama Industri telah memanfaatkan PLTS sebagai salah satu upaya efisiensi sekaligus menjadikan perusahaan sebagai perusahaan yang telah menerapkan konsep Industri Hijau,” jelas Sugiarto Romeli selaku Direktur ESG PT Impack Pratama Industri. Terlepas dari pemanfaatan PLTS atap sebagai salah satu EBT untuk mendukung perkembangan industri hijau, PLTS atap juga berperan dalam upaya transisi energi di Indonesia. Dijelaskan oleh Dr. Ir. Surya Darma, MBA., Dipl. Geotherm. Tech., Ketua Bidang Energi Terbarukan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bahwa, “Proses transisi energi di Indonesia perlu dilakukan bukan hanya karena mampu mengurangi emisi karbon, selain dari itu, karena transisi energi dinilai mampu memulihkan perekonomian selama pandemi COVID-19 bagi para pelaku industri karena pemanfaatan EBT ini sangat efisien,” ujar Surya Darma selaku Ketua Bidang Energi Terbarukan APINDO. Selaras dengan pernyataan tersebut, Dionpius Jefferson sebagai Chief Commercial Officer SUN Energy memaparkan alasan mengapa penggunaan PLTS sebagai jenis EBT ini mampu memulihkan perekonomian, yaitu dengan menawarkan sistem pembiayaan yang flat atau merata hingga 25 tahun, “Jika dibandingkan dengan sistem pembiayaan listrik konvensional, instalasi panel surya mampu menawarkan penghematan biaya listrik, penghematan tersebut akan bergantung pada jumlah/kapasitas instalasi, lokasi, dan jumlah penggunaan energi pada waktu operasional,” tutup Dion.