27 November 2025

Pemanfaatan PLTS Dorong Transformasi Green Mining di Indonesia

Tren green mining atau pertambangan hijau kini menjadi fokus transformasi industri tambang di berbagai negara, seiring meningkatnya tuntutan terhadap efisiensi energi dan pengurangan emisi karbon. Pendekatan ini menempatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai salah satu solusi kunci untuk menciptakan operasi tambang yang efisien, stabil, dan berkelanjutan.

Di Indonesia, arah tersebut sejalan dengan komitmen pemerintah menuju Net Zero Emission 2060, serta mendukung penerapan kaidah pertambangan yang baik (good mining practice) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Regulasi ini menegaskan pentingnya pengelolaan lingkungan tambang, pelaksanaan reklamasi dan pascatambang, serta jaminan keberlanjutan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.

Sebagai pengembang proyek energi surya untuk sektor industri, SUN Energy melihat peluang besar penerapan PLTS di sektor pertambangan untuk mendukung target dekarbonisasi nasional, dan memastikan keberlanjutan pasokan listrik di wilayah tambang terpencil yang sering menghadapi keterbatasan pasokan energi.

 

Energi Surya Jadi Pilar Efisiensi dan Dekarbonisasi Tambang

Sektor pertambangan dikenal sebagai industri dengan konsumsi energi tinggi dan sering beroperasi di lokasi terpencil, jauh dari jaringan listrik nasional. Dalam kondisi ini, kebutuhan akan sumber energi yang efisien dan andal menjadi sangat krusial. Kombinasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Battery Energy Storage System (BESS) muncul sebagai solusi strategis untuk memenuhi kebutuhan listrik tambang secara stabil, sekaligus menekan biaya operasional dan emisi karbon.

Menurut analisis National Renewable Energy Laboratory (NREL), energi berkontribusi hingga 15-40% dari total biaya operasional tambang, terutama di wilayah yang masih mengandalkan pembangkit diesel. Melalui integrasi PLTS dan sistem penyimpanan baterai, perusahaan tambang dapat mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan mengoptimalkan efisiensi energi tanpa mengorbankan keandalan pasokan daya. Sistem kelistrikan yang lebih stabil juga membantu menurunkan risiko kerusakan peralatan berat dan memperpanjang umur aset produksi.

Laporan International Renewable Energy Agency (IRENA) mencatat bahwa biaya pembangkitan listrik tenaga surya skala utilitas telah turun hingga USD 0,043 per kWh, atau sekitar 41% lebih murah dibandingkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil paling efisien. Penurunan biaya ini menjadikan PLTS pilihan yang semakin kompetitif bagi sektor tambang dalam menekan pengeluaran energi sekaligus mendukung target efisiensi dan keberlanjutan jangka panjang.

Selain menekan biaya, pemanfaatan energi surya juga berperan penting dalam upaya dekarbonisasi industri ekstraktif. Dengan mengintegrasikan energi terbarukan, perusahaan dapat mengurangi emisi karbon Scope 1 dan 2 secara signifikan. Sejumlah perusahaan tambang global yang beralih ke listrik terbarukan bahkan dilaporkan berhasil menurunkan emisi operasional hingga 30-38%, sejalan dengan tren penerapan praktik green mining yang kini menjadi standar baru industri pertambangan modern.

Solusi Keberlanjutan Dorong Masa Depan Green Mining

Penerapan green mining kini menuntut pendekatan yang terintegrasi antara energi terbarukan, elektrifikasi, dan pengelolaan sumber daya yang efisien. Kombinasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Battery Energy Storage System (BESS), serta digitalisasi sistem operasional menjadi kunci menuju pertambangan yang hemat energi dan rendah emisi.

Melalui konsep Sustainability-as-a-ServiceSUN Energy dan entitas dalam grupnya, SUN Terra (teknologi PLTS & BESS), SUN Mobility (Fleet-as-a-Service), serta NIRA (pengelolaan air berkelanjutan) menghadirkan solusi terintegrasi bagi sektor pertambangan. Pendekatan terintegrasi ini mencerminkan arah baru menuju praktik pertambangan yang lebih hijau, efisien, dan sejalan dengan agenda dekarbonisasi industri nasional. Teknologi PLTS dan BESS memastikan pasokan listrik yang stabil, termasuk di area tambang terpencil yang sulit dijangkau jaringan listrik nasional. Sementara itu, elektrifikasi kendaraan operasional berpotensi menekan biaya konsumsi solar hingga 40%, dan sistem pemantauan digital memungkinkan analisis tren konsumsi energi serta tindakan korektif secara real-time untuk meningkatkan efisiensi operasional dan keandalan aset.

Studi McKinsey & Company menunjukkan bahwa elektrifikasi tambang yang dikombinasikan dengan energi terbarukan dapat mengurangi biaya energi hingga 40-70% dan emisi karbon hingga 60-80%, terutama pada operasi yang sebelumnya bergantung pada bahan bakar fosil. Temuan ini menegaskan bahwa integrasi energi bersih bukan hanya bagian dari agenda dekarbonisasi, tetapi juga strategi efisiensi jangka panjang bagi industri tambang global.

***

Sumber:

  1. https://www.australianmining.com.au/moving-away-from-diesel-generators-with-hitachi-energys-battery-energy-storage 
  2. https://pv-magazine-usa.com/2025/07/23/global-average-solar-lcoe-stood-at-0-043-kwh-in-2024-says-irena 
  3. https://docs.nrel.gov/docs/fy20osti/76156.pdf 
  4. https://www.mining-technology.com/analyst-comment/mining-companies-ghg-emissions/
  5. https://www.mckinsey.com/industries/metals-and-mining/our-insights/electrifying-mines-could-double-their-electricity-demand