Kini, faktor ESG (Environmental, Social, Governance) telah menjadi sorotan utama dalam keputusan investasi. Investor global tidak lagi hanya menilai laporan keuangan, tetapi juga bagaimana perusahaan mengelola dampak lingkungannya, kontribusi sosial, serta tata kelola bisnis. Menurut PwC Global Investor Survey, 79% investor menganggap faktor ESG sebagai penentu keputusan investasi.
Di Indonesia sendiri, tren serupa mulai tampak dengan meningkatnya green financing dan regulasi energi bersih. Salah satu strategi ESG paling nyata adalah penerapan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). SUN Energy, sebagai solar developer terkemuka di Indonesia, telah berpengalaman dalam mendukung perusahaan industri maupun komersial mengadopsi energi surya sebagai bagian dari strategi keberlanjutan mereka.
Aspek lingkungan adalah pilar terpenting dalam ESG, dan PLTS berada di garis depan transisi energi bersih. Berbeda dengan listrik bersumber dari energi fosil, listrik dari energi surya tidak menghasilkan emisi karbon dalam operasinya. Menurut perhitungan umum, setiap 1 MW kapasitas PLTS mampu mengurangi sekitar 1.000 ton CO₂ per tahun. Angka ini memberikan dasar yang kuat bagi perusahaan untuk mengklaim kontribusi nyata terhadap mitigasi perubahan iklim.
Selain dampak lingkungan, aspek finansial juga ikut mendukung. Menurut laporan NREL, biaya sistem PLTS atap komersial telah turun hingga 69% sejak 2010, seiring efisiensi panel dan perangkat pendukung yang makin meningkat, menjadikannya teknologi energi terbarukan yang paling kompetitif. Bagi investor, kombinasi antara penurunan biaya dan dampak pengurangan emisi menjadikan PLTS investasi yang relatif rendah risiko sekaligus berdampak tinggi.
Penerapan PLTS juga memiliki dampak sosial yang kuat. Proyek energi surya menciptakan lapangan kerja hijau di berbagai sektor, mulai dari instalasi, konstruksi, hingga pemeliharaan. Setiap proyek besar melibatkan ratusan hingga ribuan tenaga kerja, banyak di antaranya berasal dari masyarakat sekitar lokasi pembangunan. Dampaknya bukan hanya pada peningkatan pendapatan, tetapi juga peningkatan keterampilan karena masyarakat lokal mendapat pelatihan teknis terkait teknologi energi terbarukan.
Di wilayah terpencil, PLTS memberi akses listrik yang sebelumnya tidak tersedia. Akses ini membuka pintu bagi peningkatan kualitas pendidikan, layanan kesehatan, hingga mendorong tumbuhnya usaha mikro. Banyak perusahaan menjadikan PLTS sebagai bagian dari program CSR (Corporate Social Responsibility), misalnya dengan membangun sistem energi surya untuk sekolah atau fasilitas kesehatan desa. Hal ini menunjukkan bahwa PLTS bukan hanya mengurangi jejak karbon, tetapi juga membawa manfaat nyata bagi kesejahteraan sosial.
Pilar ketiga dalam ESG adalah governance, yang berkaitan dengan tata kelola perusahaan. Penerapan PLTS seringkali menjadi bukti komitmen perusahaan terhadap regulasi dan transparansi. Dengan memasang PLTS, perusahaan dapat menunjukkan data yang jelas tentang jumlah energi terbarukan yang dihasilkan, berapa persen kebutuhan energi yang dipenuhi dari sumber bersih, hingga berapa banyak emisi karbon yang berhasil ditekan. Data ini memperkuat laporan keberlanjutan dan meningkatkan kredibilitas di mata investor.
Di sisi lain, tata kelola yang baik juga membuka peluang akses pembiayaan. Banyak lembaga keuangan kini menerapkan prinsip green financing, yaitu memberikan pinjaman dengan bunga kompetitif kepada proyek yang terbukti ramah lingkungan. Perusahaan yang telah menggunakan PLTS lebih mudah memenuhi syarat pembiayaan hijau, sehingga memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan yang masih bergantung pada energi fosil.
Dari perspektif makro, tren investasi hijau semakin memperkuat posisi PLTS. Menurut laporan World Economic Forum, investasi global di sektor energi terbarukan naik dari USD 348 miliar pada 2020 menjadi USD 499 miliar pada 2022. Berdasarkan data dari IEEFA, untuk mencapai target iklim 2030, Indonesia perlu mengantongi total investasi sebesar US$285 miliar, di mana US$146 miliar di antaranya harus berasal dari sektor swasta. Angka ini menunjukkan peluang besar bagi perusahaan yang siap mengintegrasikan PLTS dalam strategi bisnisnya.
Tidak hanya itu, investasi energi bersih di Indonesia tumbuh pesat. Pada 2023, nilai investasinya mencapai 498 juta dolar AS, meningkat 78% dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini menjadi sinyal bahwa pasar Indonesia bergerak ke arah yang sama dengan tren global, yaitu perusahaan yang mampu menunjukkan aksi nyata keberlanjutan, seperti penggunaan PLTS, akan lebih mudah menarik investor.
***
Sumber: